The Journey of Journalism
Posted in |
di
3/13/2013 12:19:00 AM
The Journey of Journalism
Mengudara dengan Bebas dan
Kuat
oleh: Andi Misbahul Pratiwi
Media Konvensional masih
unggul dalam perannya sebagai pemberi berita kepada Publik dibandingkan Media
Online. Di Media Konvensional Kerja-kerja Jurnalistik tidak sebatas pada Media
cetak. Media Elektronik seperti Televisi menjadi salah satu Media penyampaian
berita yang sangat efektif. TV menyuguhkan berita secara Audio dan Visual, sehinga
kebanyakan dari masyarakat Indonesia masih mengandalkan TV untuk mendapatkan
informasi.
Teknik peliputan berita
di Media elektronik dalam hal ini TV sangat jauh berbeda dengan Media cetak.
Namun pada dasarnya ketika meliput berita untuk Media cetak maupun elektronik,
seorang Jurnalis harus memiliki moral dan etika baik. Moral dan etika adalah
prinsip dan nilai-nilai yang menurut keyakinan seseorang atau masyarakat dapat
diterima dan dilaksanakan secara benar. Dalam hal ini Moral dan etika
jurnalistik bisa diartikan sebagai prinsip seorang jurnalis dalam melakukan
kegiatan jurnalistiknya.
Moral dan etika sendiri bersifat subjektif, sehingga
perlu adanya standarisasi. Fajar Kurniawan, dalam kesempatanya mengisi acara
Quantum Jurnalisme Lisuma Indoensia, mengatakan bahwa, “Seorang Jurnalis harus
berpedoman kepada UU Pers No. 40/1999, Kode Etik Jurnalistik, UU. Penyiaran No.
32/2002, dan P3SPS”.
Mengudara di Televisi pun memiliki standarisasi Etika.
Dalam menyajikan berita seorang jurnalis tidak boleh menyinggung ranah Privacy seseorang maupun narasumber,
harus menyajikan berita dengan berimbang dan tidak memihak seseorang maupun
golongan tertentu. Hal itu sesuai dengan salah satu fungsi Media itu sendiri
yaitu to mediate, melakukan mediasi
terhadap suatu kejadian dan menyerahkan sepenuhnya kesimpulan atas liputannya
kepada public.
Secara psikology
masyarakat yang menerima berita melalui Televisi akan memperhatikan
beberapa aspek berita tersebut secara Audio
dan Visual. Pertama, Narasi yang
disertakan dalam sebuah berita akan menambah kelengkapan berita yang
disajiakan, sehingga masyarakat mendapatkan fungsi Audio dari Narasi ini.
Kedua, Teknik peliputan berita itu sendiri akan divisualisasi melalui Televisi,
sehingga junalis perlu memperhatikan Teknik peliputan berita yang akan disimak
oleh publik.
Dalam meramu berita menjadi sebuah informasi yang dapat
dinikmati secara Audio visual,
jurnalistik akan melakukan proses produksi secara bertahap. Menentukan topik
berita yang akan diangkat merupakan hal pertama yang harus dilakukan oleh
seorang wartawan, kemudian menentukan sudut pandang berita itu, menentukan
gambar yang akan diambil, menentukan siapa yang akan diwawancarai, membuat
kerangka data yang dibutuhkan, dan menetukan Kriteria Stand-UP/ ON-Cam (Opening,
Bridging, Closing).
Berita Media Eletronik tidak akan lepas dari sebuah
Peliputan. Seorang watawan akan melakukan sebuah kegiatan meliput sesuai dengan
waktu dan kondisi peristiwa itu terjadi. Meliput berita dapat menggunakan 4
teknik. Pertama, meliput berita dengan menggunakan indra dengan langsung
mengudarakan berita tersebut dari Tempat Kejadian Perkara (TKP). Kedua, dengan
mengandalkan teknik Wawancara saksi mata ditempat kejadian, kronologis kejadian
yang tidak bisa diberitakan langsung menggunakan indra Reporter akan
terwakilkan oleh kesaksian para narasumber atas peristiwa itu. Ketiga, teknik Investigasi,
teknik ini bisa digunakan untuk melakukan penyelidakan secara continue terhadap sebuah kasus yang
sekiranya ditutup-tutupi kebenaranya. Selanjutnya adalah Teknik Kamuflase atau
penyamaran, hal ini biasanya dilakukan untuk mendapatkan berita secara Real berdasarkan keterlibatan seorang
wartawan itu (menyamar) dalam sebuah kasus.
Dari keempat teknik meliput berita diatas, Teknik
Investigasilah yang sangat berpotensi membahayakan keamanan kehidupan seorang
wartawan (keamanan keluarga, kerabat maupun orang disekitar wartawan) yang
sedang meyelidiki kasus besar terkait masalah publik dan birokrasi. Seorang
jurnalis/ wartawan harus mengutamakan keselamat dirinya, seperti yang dikatakan
oleh kakanda Gultom, “Setinggi apapun nilai berita, tidak lebih berharga dari
nyawa anda sendiri”. Wartawan muda ini sangat menekankan bahwa keselamatan diri
seorang wartawan adalah sesuatu yang terpenting, sehingga seorang wartawan
harus memiliki sikap yang jelas dalam mengambil keputusan apapun dengan
mempertimbangkan beberapa aspek kehidupan berbangsa dan bernegara”, ujar
kakanda Gultom ketika mengisi acara Quantum Jurnalisme Lisuma Indonesia di
Graha Wisata TMII, Jumat, 22/03/13.
Memproduksi berita di Media Televisi berbeda dengan
tahapan-tahapan produksi berita di Media cetak. Ada 3 tahapan dasar untuk
memproduksi berita di TV, yaitu Shooting,
wawancara, pengambilan gambar. Shooting
atau pembuatan film merupakan proses yang nantinya akan ditampilkan di layar
kaca Televisi yang akan didampangi oleh Narasi penjelas peristiwa yang berasal
dari hasil pengamatan maupun wawancara, kemudian sebagai alat pendukung dapat
pula disajikan beberapa gambar yang mengandung makna dan informasi dalam
penyampaiannya.
Televisi merupakan salah satu media massa yang
kompleks. Semua orang yang terlibat dalam penyiaran berita memiliki peran
penting, yang saling mendukung satu sama lain. Hasil berita yang bermutu tidak
dapat dihasilkan jika semua elemen tidak saling terintegrasi. Komunikasi dalam
hal ini sangat berperan penting.
Menurut Nunung Setiani, Terdapat tiga peran utama
dalam penyiaraan berita di layar kaca. Pertama, News Reader, dia adalah orang yang membacakan narasi penjelas
ketika sebuah ramuan berita berupa video/ gambar disajikan. Kedua, News Caster, dia adalah jurnalis
profesional yang mencari berita kemudian ia pelajari dan menceritakan kepada
publik melalui TV. Ketiga, News Anchor,
dia adalah jurnalis professional dibidang presenter. Seorang News Anchor akan memandu jalannya acara
berita sehingga terjadi komunikasi yang
interaktif dalam acara tersebut. Acara TV seperti Talkshow, debat dll.
Membutukan News Anchor yang kreatif
serta cerdas menanggapi berbagai kejadiaan yang akan diberitakaan.
Dalam perannya sebagai presenter, seorang jurnalis
harus memenuhi 4 kriteria standar seorang presenter. Seorang Presenter harus
Rapih, suaranya nyaman untuk didengar, memiliki teknik baik untuk menyampaikan
berita, dan pengetahuan yang memadai tentang materi yang akan diangkat.
Menurut data Statistik, 2,5 Milyar dari 7.067 Milyar
orang didunia telah terkoneksi dengan Internet. Sehingga hal itu memberikan
pasar untuk Media Online berkembang menggeser kedudukan Media Konvensional itu
sendiri. Namun Bukan berarti jurnalis-jurnalis media online menjalankan
pekerjaan yang lebih mudah. Jurnalis media online harus terus memberikan
kecepatan dan akurasi dari sebuah berita. Inovasi dan fasilitas yang diberikan
oleh media online pun terus di-upgraing seiring
perkembangan teknologi.
Teknik menulis berita di Media cetak memang berbeda
dengan menulis di Media Online. Media online kerap menulis beritanya dengan
singkat, padat, dan aktual. Gaya menulisnya pun tidak dibatasi oleh batasan
karater. Sehingga kini banyak perusahaan Media Cetak Mengkonversikan Produk
merak ke Media Online. Memang Pendapatan di Media Cetak jauh lebih banyak
daripada Online, namun hal itu harus dilakukan agar pasar media semakin meluas
dan tidak mengenal skala geografis. Dengan Media online, siapapun bisa
mengakses dimanapun dan kapanpun. Pada akhirnya sirkulasi pendapatan media
online bergantung pada iklan dan kreatifitas perusahaan media itu dalam
menentukan konsep bisnis apa yang akan digunakan.
Rika Theony, Wartawan muda professional, menjelaskan
bahwa salah satunya adalah konsep yang digunakan dalam bisnis media online
adalah paywall. paywall ini adalah konsep dengan mengenakan biaya ketika pembaca
ingin mendapatkan berita yang eksklusif. Media akan meberikan berita yang lebih
khusus dan mendalam, yang biasanya berbeda dengan berita-berita lain. Sehingga
pasarnya adalah orang memang fokus dibidang itu. Berita-berita yang diangkat
dalam konsep paywall ini bukanlah Mainstream, melainkan sebuah segmented-segmented
berita yang khusus dan fokus. Media Online menyerakan konsep bisnis sesuai
dengan kreatifitas masing-masing jurnalis.
Hampir disemua negara-negara maju di dunia telah
mengintegrasikan antara Video, Audio, Gambar, Streming, Akurasi, Kredibilitas
menjadi suatu kesatuan yang saling terhubung. Sehingga banyak perusahaan Media
yang berusaha meng-covered pembaca
melalui berbagai bentuk media. Pemilik Media berusaha memenuhi kebutuh
masyarakat di era globalisasi ini. Media berusaha mengikuti perkembangan
teknologi sehingga tidak tertinggal dari negara-negara maju. Tentunya
usaha-usaha tersebut diiringi dengan resiko-resiko yang menjadi hambata dalam
Media Online tersebut. Brand media
yang semakin beragam dan gaya media yang khas terus akan terus bermunculan
menjadi hamabatan utama perkembangan Media Online. Salah satu cara untuk
menyelesaikannya adalah menghadapi hambatan dan tantangan yang ada dengan inovasi-inovasi terkini dan fasilitas
yang interaktif.
Proses Peliputan, Editing,
dan Produksi di Media Konvensional maupun Media Digital tidak akan lepas
dari sebuah Etika dan Estetika Jurnalisme. Oleh karena itu jurnalis
professional akan senantiasa mengikuti UU Pers No. 40/1999, Kode Etik
Jurnalistik, UU. Penyiaran No. 32/2002, P3SPS, dan UU ITE. Seorang Jurnalis
akan melakukan tugas-tugasnya dengan baik sesuai idealisme mereka masing-masing
namun tidak terlepas dari Moral dan Etika seorang Jurnalis.
Jurnalis dilidungi dengan kekuatan hukum dalam
menjalankan profesinya. Jurnalis bisa menyelam di mesia cetak, elektronik,
maupun Media online. Jurnalis adalah sebuah profesi yang bebas dan kuat. Namun
tidak semua orang yang melakukan kerja-kerja jurnalistik bisa dianggap seorang
jurnalis. “Jurnalis adalah sebuah profesi yang asik, dibutuhkan kemauan dan keuletan
untuk mencapai goals yang diinginkan”
ujar Moammar Emka, seorang wartawan seinor sekaligus penulis buku Jakarta Undercover. Jurnalis Memiliki Kekuatan dalam Kebebasanya.
0 Response to "The Journey of Journalism"